Menuju bonus demografi tahun 2030, Indonesia memerlukan generasi unggul untuk meningkatkan produktivitas nasional. Oleh karenanya penurunan stunting terus menjadi perhatian serius pemerintah, karena generasi unggul di masa depan akan tercipta jika mereka bebas dari stunting.

Demikian disampaikan Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK) Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wiryanta dalam Diseminasi Informasi dan Edukasi Percepatan Penurunan Stunting bertajuk Kepoin GenBest: Anak Muda Masa Kini, Wajib Paham Gizi, Anti Nikah Dini di Karangasem, Jumat (12/8).

Menurutnya pada tahun 2030 Indonesia akan mendapatkan berkah bonus demografi di mana pada saat itu penduduk Indonesia akan didominasi oleh kelompok usia produktif yang masuk ke dalam angkatan kerja. Data sensus penduduk tahun 2020, menunjukkan penduduk didominasi oleh generasi Z dengan jumlah mencapai 27,9 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia, kemudian disusul dengan generasi milenial sebesar 25,8%.

“Tentu kita harus menyiapkan generasi remaja saat ini sehingga di tahun tersebut tingkat produktivitas nasional juga turut meningkat,” kata Wiryanta.

Ia menjelaskan menjelaskan Presiden menargetkan angka prevalensi stunting Indonesia di tahun 2024 dapat turun menjadi 14% bahkan lebih.

“Penurunan prevalensi stunting merupakan modal dasar. Modal sosial dalam rangka mencapai cita-cita bersama di tahun 2045 menuju Indonesia emas,” ujarnya.

Untuk mencapai hal ini, remaja yang akan melahirkan generasi unggul didorong untuk memahami pencegahan stunting. Beberapa yang dapat dilakukan adalah dengan memenuhi kebutuhan gizi dan tidak menikah di usia dini. 

Koordinator Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (ADPIN) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali Desak Nyoman Triarsini yang menjadi narasumber dalam acara tersebut mengungkapkan bahwa remaja harus menyiapkan kehidupannya sebelum memasuki jenjang pernikahan.

Dikatakannya, kesiapan remaja untuk menikah secara reproduksi maupun mental idealnya berada di usia 20 tahun untuk perempuan dan usia 25 tahun untuk laki-laki. “Dipastikan semuanya sehat. Sehingga siap untuk melahirkan anak-anak yang sehat tanpa stunting,” jelasnya.

Untuk mencapai hal ini, remaja yang akan melahirkan generasi unggul didorong untuk memahami pencegahan stunting. Beberapa yang dapat dilakukan adalah dengan memenuhi kebutuhan gizi dan tidak menikah di usia dini. 

Koordinator Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (ADPIN) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali Desak Nyoman Triarsini yang menjadi narasumber dalam acara tersebut mengungkapkan bahwa remaja harus menyiapkan kehidupannya sebelum memasuki jenjang pernikahan.

Dikatakannya, kesiapan remaja untuk menikah secara reproduksi maupun mental idealnya berada di usia 20 tahun untuk perempuan dan usia 25 tahun untuk laki-laki. “Dipastikan semuanya sehat. Sehingga siap untuk melahirkan anak-anak yang sehat tanpa stunting,” jelasnya.

Lebih lanjut Marroli mengatakan, melalui kegiatan ini ada dua harapan besar terhadap remaja yakni pertama, remaja belajar lebih cepat lebih tahu tentang stunting, sehingga menjadi bekal di masa depan; kedua, remaja dapat menjadi agen penyebar informasi pencegahan stunting.

Forum Kepoin GenBest yang diadakan kali ini merupakan bagian dari kampanye GenBest (Generasi Bersih dan Sehat), yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting. GenBest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari.

Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, GenBest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.